Cara Mengalahkan Dorongan nafsu dan Dosa

Manusia baru dapat terhindar dari penyakit dosa dan kejahatan-kejahatan tatkala ia meyakini bahwa dosa dan kejahatan itu lebih berbahaya dan lebih memudhoratkan dari seorang pencuri, ular atau binatang buas lainnya dsb. Dan tatkala keperkasaan, keagungan serta wibawa Allah setiap saat menjadi pertimbangannya.

Dalam keseharian kita, terlihat nyata bahwa manusia dapat meninggalkan keinginan, kemauan, dan kehendak-kehendak hatinya. Misalnya seorang yang sakit diabetes, dokter benar-benar melarangnya dari memakan makanan yang manis. Maka orang itu, demi nyawanya, menyentuh makanan-makanan manis pun dia tidak mau. Jadi demikian pula halnya keinginan rohani dan dorongan nafsu. Jika keagungan dan keperkasaan Allah ta'ala telah tertanam di dalam kalbunya dengan benar, maka sikap tidak mentaati Allah akan dia rasakan lebih buruk dari memakan api dan lebih buruk dari maut.

Sekian banyak manusia mengetahui kekuasaan dan wibawa Allah ta'ala, dan sekian banyak dia meyakini bahwa mengingkari-Nya merupakan suatu hukuman yang berat, maka sebanyak itu pulalah akan menjauhi dosa, kemungkaran dan menjauhi sikap melawan hukum. Lihat sebagian orang mengalami "kematian" sebelum maut datang. Apa yang dialami oleh para akhyaar, abdaal, dan quthub, apa yang terdapat pada diri mereka? Jawabannya adalah keyakinan itu tadi. Pengetahuan yang penuh yakin serta qath'i, secara pasti dan secara fitra memaksa seseorang untuk suatu hal tertentu. Persangkaan mengenai Allah ta'ala tidaklah dapat mencukupi. Keraguan tidak tidak dapt memberi manfaat. Pengaruh telah ditanamkan hanya di dalam keyakinan. Pengetahuan yang penuh keyakinan mengenai sifat-sifat Allah ta'ala, justru lebih banyak memberikan pengaruh dibandingkan pengaruh yang ditimbulkan oleh halilintar yang sangat menakutkan. Akibat pengaruh itulah orang-orang menundukkan kepala dan membungkuk.

Jadi seberapa banyak keyakinan yang dimiliki seseorang, sebanyak itu pulalah dia akan menghindari dosa.

AL-QUR'AN Sebagai Keajaiban Rasulullah saw

Seorang yang buta huruf, yang tidak bisa baca tulis, ia belum pernah menjadi penulis sebuah buku semisal puisi, aturan hukum, sebuah buku doa umum, atau Alkitab, dan dihormati sampai hari ini oleh keenam suku bangsa seluruh umat manusia sebagai keajaiban kemurnian gaya, kebijaksanaan dan kebenaran. Itu adalah sebuah keajaiban dari Muhammad (saw)- 'keajaiban yang berjalan', dan memang ini keajaiban. 1 (Reginald Bosworth Smith)

keajaiban dan mukjizat alquran
Di abad 21 ini warga dari sebuah negara Eropa, yaitu para pemilih Swiss telah mendukung pelarangan pembangunan masjid dengan menara di negara mereka. Al-Qur'an, yang diturunkan di gurun Arabia pada abad ketujuh, telah menyatakan bahwa tujuan peperangan defensif adalah untuk mempertahankan kesucian biara-biara,  gereja, sinagog dan Masjid. Al-Qur'an menyebut tempat ibadah umat Islam terakhir di list ini. [2] Apakah Al-Qur'an suatu Mukjizat atau bukan?

Toleransi beragama bukanlah satu-satunya ajaran dimana Al-Qur'an unggul dalam hal ini dibandingkan buku-buku sekular maupun kitab-kitab agama. Sejak 1983 setengah juta orang telah meninggal di Amerika dikarenakan kecelakan lalu lintas terkait alkohol, untuk menyebutkan hanya satu masalah dari alkohol [3]  Al-Qur'an dengan tegas melarang alkohol, menyelamatkan orang-orang beriman dari sumber kejahatan ini. Apakah ini keajaiban atau bukan?

Demikian pula Sir Godfrey Higgins menulis,
"Menurut hukum Muhammad segala bentuk perjudian sangat tegas dilarang. Manfaat dari hukum ini pasti tidak akan ada yang menyangkal. Ia akan menjauhkan dari semua kebaikan akhlaknya. Karena dikatakan bahwa ia hanya disalin dari Alkitab. Saya belum mengamati larangan terhadap kebiasaan buruk ini, baik dalam dekalog (sepuluh perintah Allah) maupun Injil.[4]
Sekarang 15 juta orang menunjukkan tanda-tanda kecanduan judi di Amerika, yang mengakibatkan diri mereka sendiri dan masyarakat dengan kesengsaraan. Al-Qur'an telah memangkas kejahatan ini dari akarnya. Apakah Al-Qur'an ajaib atau tidak?

Muhammad yang mencela dan menyalin moralitas dari Injil

Sir Godfrey Higgins menulis dalam hal pertahanan oleh Nabi Muhammad saw: 

"Seorang filusuf mungkin akan menduga bahwa ketika Muhammad saw telah mengambil manfaat dari ajaran moral yang sangat baik dari Kristianisme, ia merasa, tidak hanya mengambil yang baik, tetapi juga meninggalkan kejahatan, mengadopsi moralitas, juga menghidari kehidupan merahib yang pada zamannya dunia penuh dengan pertumpahan darah dan penderitaan, dan dengan cepat menempatkannya pada keadaan yang paling merendahkan derajat kebodohan" [5]. Al-Qur'an telah melarang cara hidup monastik dalam kalimat yang jelas. (Alhadid: 28) 1400 tahun kemudian Gereja Katolik setuju dalam negosiasi dengan Gereja Anglikan. [7] [8] Setiap kali kita membandingkan Al-Qur'an dengan Alkitab, Al-Qur'an selalu terdepan, bukankan ini suatu keajaiban?

Al-Qur'an diturunkan di tengah-tengah masyarakat yang hidup di abad ketujuh namun memiliki 800 ayat yang menekankan pada studi alam. Bukankah ini suatu keajaiban? Ia telah mengantisipasi baik tentang Big Bang maupun tentang semua makhluk hidup membutuhkan kandungan air.
"Tidaklah orang-orang yang ingkar melihat bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menggumpal, lalu Kami pisahkan keduanya ? Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Apakah mereka tidak mau beriman ? [9]
Bukankah ini suatu keajaiban?

Al-Qur'an telah diturunkan di tengah-tengah masyarakat dimana sedikit sekali yang bisa membaca dan menulis, tetapi kemurnian teksnya telah terjaga selama lebih dari 14 abad. Klaim seperti itu tidak kita jumpai untuk Alkitab. Fakta-fakta ini diteliti dalam artikel lainnya,Kompilasi Alquran ke Dalam Sebuah Teks. (insyallah menyusul, pent).  Apakah ini bukan suatu keajaiban?

Al-Qur'an telah mengeluarkan tantangan bersejarah tidak hanya untuk zaman Nabi saw sendiri tetapi juga untuk semua orang di semua zaman:
Katakanlah, “Seandainya berhimpun manusia dan jin untuk mendatangkan yang semisal Alquran ini, tidaklah mereka akan sanggup mendatangkan yang sama seperti ini,  walaupun sebagian mereka kepada sebagian yang lain sebagai penolong.” [10]
Tantangan tersebut tetap bertahan sampai 14 abad setelah turunnya. Orang-orang memandangnya dengan negatif dan mulai mengkritik Al-Qur'an dengan satu atau beberapa alasan. Tetapi itu hanyalah angan-angan mereka dan bentuk paranoia dan tidak ada langkah yang nyata. Fakta dan realitas dalam hal ini adalah tetap bahwa tantangan Al-Qur'an ini telah keluar dan tidak ada penulis yang telah mencoba untuk menyambut tantangan ini, dengan cara yang akan bertahan oleh ujian waktu. Sebuah kitab yang dikaitkan dengan seorang yang tak terpelajar dan belum ada yang berani menerima tantangan ini! 

Profesor Laura Vaglieri yang menjabat sebagai Profesor Kebudayaan Arab dan Islam di Naples Eastern University menulis:

"Meskipun lawan-lawan Islam telah diundang oleh Muhammad saw untuk menulis sebuah kitab yang sama dengan beliau atau minimal beberapa bagian surat... tidak ada yang mampu menghasilkan sesuatu yang bisa berdiri sebanding dengan Al-Qur'an, mereka berusaha menentang Rasulullah saw dengan tangan mereka tetapi gagal dalam menyaingi keunggulan Al-Qur'an [11]
 Tidakkah ini suatu keajaiban?

Filsuf jerman Johann Wolfgang Von Goethe berkata,
“Betapa kita sering mempelajari al-Qur’an, mula-mula selalu menimbulkan jijik, kemudian secara bertahap timbul suatu ketertarikan, ia menakjubkan dan akhirnya pada akhirnya timbul suatu kekuatan yang mengagumkan" 12 13. 
Profesor LAura Vaccia Vaglieri menjelaskan:
"Keajaiban luar biasa Islam adalah Al-Qur'an, dimana tradisi yang secara konstan dan tidak terputus terus mengirimkan kepada kita berita tentang kepastian absolut. Ini adalah sebuah kitab yang tidak bisa ditiru. Setiap ekspresinya bersifat komprehensif, namun dalam ukuran yang pas, tidak terlalu panjang tidak terlalu pendek.Gaya bahasanya original, tidak ada model untuk gaya bahasa tersebut dalam sastra Arab pada zaman yang mendahuluinya. Efek yang dihasilnya pada jiwa manusia diperoleh tanpa bantuan adventif melalui keunggulannya sendiri yang melekat.
Ayat-ayatnya sama-sama fasih sepanjang teks, bahkan ketika terkait dengan hal-hal seperti perintah dan larangan yang tentu akan memperngaruhi nadanya. Kisah para nabi, deskripsi awal dan akhir dunia, penyebutan dan penggambaran atribut Ilahi yang berulang tetai dilakukan dengan cara yang begitu mengesankan yang tidak melemahkan efek.Teksnya mengalir  dari satu topik ke topik lainnya tanpa kehilangan kekuatannya. Kedalamanan dan keindahan, suatu kualitas yang umumnya tidak bisa bersatu, tetapi disini ia menyatu,di mana masing-masing tokoh retorika menemukan aplikasi yang sempurna. Bagaimana bisa kitab luar biasa ini menjadi karya Muhammad, seorang Arab yang buta huruf yang sepanjang hidupnya walaupun hanya dua atau tiga ayat pun tidak ada yang mengungkapkan kualitas yang puitis? [14]
Apakah ini bukan suatu keajaiban?

Bernard Shaw yang dianugerahi Hadiah Nobel untuk sastra 1925 mengatakan:
"Saya selalu menempatkan agama Muhammad [saw] di penghargaan tertinggi karena daya keindahannya. ini adalah satu-satunya agama tampaknya bagi saya yang memiliki kemampuan asimilasi ke fase eksistensi perubahan yang membuatnya menarik baik setiap masa. Saya telah memprediksi tentang agama Muhammad, bahwa ia akan diterima oleh Eropa suatu saat nanti karena sudah dapat diterima saat ini." [15]
Apakah ini bukan suatu keajaiban 

Laura Vaccia Vaglieri, Profesor di Universitas Naples lebih lanjut menekankan:
"Untuk kitab ini, selain pada kesempurnaan dalam bentuk dan metodenya, ia membuktikan diri telah melampaui batas imitasi bahkan dalam hal substansinya. Di dalamnya antara lain kita membaca perkiraan peristiwa masa depan, dan deskripsi peristiwa yang telah terjadi sejak berabad-abad sebelumnya tetapi umumnya telah diabaikan. Ada referensi yang sering pada hukum alam, berbagai sains baik agama maupun sekular. Kami menemukan ada sebuah toko besar ilmu pengetahuan yang berada diluar kapasitas manusia yang paling cerdas, atau filosof yang paling besar dan politisi yang paling kuat. Untuk semua alasan ini Al-Qur'an tidak bisa menjadi karya seorang yang tak berpendidikan, yang menghabiskan hidupnya di tengah-tengah masyarakat yang jauh dari orang-orang belajar dan agama, seorang yang selalu bersikeras bahwa ia hanyalah seorang laki-laku yang hanya seperti yang lain, dan dengan demikian tidak dapat melakukan mukjizat kecuali ia memiliki bantuan dari Allah yang Maha Kuasa. Al-Qur'an bisa memiliki sumbernya hanya melalui Dia Yang mengatahui segala sesuatu di langit dan di bumi [16 ]
Apakah ini keajaiban atau bukan?

Saya mengajak para pembaca Kristen dalam kata-kata Reginald Bosworth Smith,
"Untuk membedakan antara yang aksidental dan esensial, yang fana dan yang kekal, diatas semua itu, secara terus menerus dengan meletakkan cermin di atas diri sendiri, dan mencoba untuk memastikan bahwa seseorang yang sesuai dengan prinsip besar Kristen yaitu menilai dan memperlakukan orang lain seperti halnya ia ingin dinilai dan diperlakukan; adalah resep untuk menilai urusan dengna cara yang adil dan tidak bias. Al-Qur'an menatakan mengenai pengetahuan yang tidak terbatas dan wawasan yang terkandung dalam kitab suci: "Katakanlah, “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhan-ku, niscaya akan habis lautan itu sebelum kalimat-kalimat Tuhan-ku habis, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai tambahan.”  [18 ]
Ini adalah pengalaman yang Goethe alami setelah berulang kali memahami Al-Qur'an.

Almasih di zaman ini, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan:
"Al-Qur'an bukan saja tak tertandingi karena keindahan komposisinya, tetapi tak tertandingi karena semua klaim keunggulan yang meliputinya dan itu adalah kebenaran, apa saja yang berasal dari Allah keunikannya tidak saja karena satu kualitas tetapi karena semua kualitasnya. Mereka yang tidak menerima Al-Qur'an sebagai kebenaran dan wawasan abadi yang komprehensif, maka ia tidak menghargai Al-Qur'an sebagaimana harusnya ia dihargai. 
Sebuah tanda yang diperlukan untuk mengakui Firman Suci dari Allah taala adalah ia harus unik dalam semua kualitasnya, setelah kami amati bahwa apapun yang berasal dari Allah adalah bersifat unik dan tak tertandingi walaupun hanya sebutir gandum, dan kekuatan manusia tidak ada yang bisa menandinginya. Menjadi tak tertandingi maksudnya adalah menjadi tak terbatas, artinya suatu barang menjadi tak tertandingi hanya ketika keajaiban dan kualitasnya tak terbatas dan tak ada habisnya. Seperti yang baru saja kami katakan, karakteristik ini ditemukan dalam segala hal yang diciptakan oleh Allah taala. Misalnya jika keajaiban dari daun pohon diselidiki selama seribu tahun, periode itu akan habis tetapi keajaiban dari daun tersebut tidak akan berakhir. Hal itu karena ia telah mewujud melalui kekuasaan yang tak terbatas, harus terdiri dari keajaiban dan kualitas yang tak terbatas. [19]

Asmaul-Husna dalam Kitab Tarmidzi

oleh Mirza Tahir Ahmad
fatinaliah.fotopages.com

Disebutkan dalam Tirmidzi, kitabud da'wat mengenai nama-nama Allah. Dinyatakan bahwa siapa yang telah melingkupi (memahami/ memperagakan) nama-nama itu dia telah masuk dalam surga. Yaitu, “Huwa Allah, al- ladziy laa ilaaha illaa Huwa Al-Rahmaan, Al- Rahiim, Al-Malik, Al-Qudduus, Assalaam, Al-Mukmin, Al-Muhaimin, Al-‘Aziiz, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Khaliq, Al-Baari', Al- Mushowwir- Al-Ghoffar, Al-Qohhar, Al-Wahhaab, Ar-Rozzaaq, Al- Fattaah, Al-‘alim, Al-Qabidh, Al-Basith, Al-Hafizh, Ar-Rafi’, Al-Mu’ iz, Al-Muzil, Assami’, Al-Bashir, Al-Hakam, Al-‘Adl, Al-Latif, Al- Khabir, Al-Halim, Al- ‘Azhim, Al-Ghofuur, Asy Syakur, Al Aliyy, Al- Kabir, Al-Hafis, Al-Muqit, Al-Hasib, Al-Jalil, Al-Karim, Ar- Raqib, Al- Mujib, Al-Wasi’, Al-Hakim, Al-Waduud, Al-Majid, Al-Ba’is, Asy- Syaahid, Al-Haqq, Al-Wakil, Al-Qawi, Al-Matin, Al-Waliyy, Al-Hamid, Al-Muqsi, Al-Mubdi, Al-Mu’id, Al-Muhyi, Al-Mumit, Al-Hayyul- qayyum, Al-Wajid, Al-Majid, Al-Wahid, Al-Ahad, Al-Shamad, Al- Qadir, Al-Muqtadir, Al-Muqaddim, Al-Mu’akhkhir, Al-Awwal, Al- Akhir, Al-Zahir, Al-Bathin, Al-Wali, Al-Muta’ali, Al-Barr, At- Tawwaab, Al-Muntaqim, Al-‘Afuw, Al-Ra’uf, Al-Malikul-mulk, Dzul- Jalaali wal- ikram, Al-Muqsit, Al-Jami’, Al-Ghani, Al-Mughni, Al- Maani’, Ad- Dar, An-Nafi’, An-Nuur, Al-Haadi, Al-Baadi', Al-Baqi, Al-Warits, Al-Rasyid, Al-Shobuur.” 

Inilah 99 nama yang diambil dari At- Tirmidzi, kitabudda’wat. Dari ini banyak nama-nama (sifat-sifat) yang seorang hamba sampai batas tertentu dapat melingkupinya tetapi ada pula [sifat-sifat] yang tidak bisa dilingkupi (ditiru), dan itu disebut sifat tanzihi (sifat khusus milik Allah Ta’ala). Sebagai contoh, misalnya Al-Awwal, manusia jelas tidak bisa menjadi awwal. Setiap orang mempunyai satu masa lampau, setiap yang bernyawa mempunyai masa lampau, dan setiap zat (benda) ada masa lalunya. Jadi, awwal hanya Zat Tuhan, yang dari itu semua sifat zahir (keluar/muncul). Demikian juga Al Akhir pun manusia tidak bisa, tetapi dari akhirin (orang- orang yang datang akhir) bisa, namun menjadi yang akhir tidak bisa, karena sesudahnya ke depan dunia terus berjalan. Dengan demikian sifat Tuhan sebagian kita bisa terapkan (ditiru) dalam zat kita, dan dengan cara adil dan tulus menirunya. Misalnya, Rabb (Pengayom) Allah adalah Rabb, kita jelas tidak bisa menjadi Rabb, akan tetapi dari Rabbubiyyat-Nya pasti kita mendapat bagian ( sampai batas tertentu dapat memperagakannya). Tuhan adalah Ar Rahmaan (Yang Maha Pemurah/Pengasih) maka kita semaksimal ( sampai batas tertentu) dapat berlaku kasih sayang kepada hamba- hamba Allah, namun dalam arti sepenuhnya kita tidak bisa melakukannya. 

Jadi, dengan merenungkan sifat Tuhan Saudara-saudara akan mendapatkan topik bagaikan samudera yang tidak bertepi. Dan dalam bentuk melingkupinya, apa maksudnya? Sampai dimana Saudara-saudara dapat mengambil faedah dari lautan itu? Keterangan itu pun terdapat juga dalam kata-kata Rasulullah saw. Maka terjemah yang diterangkan dalam hadits Abu Hurairah bersabda: 

”Isim Zat Allah, Allah mempunyai nama 99 . Allah, Dia jadikan sebagai yang melingkupi semua nama-nama itu”, yakni telah menerangkannya dan nama yang 99 itu adalah selain Allah. Seolah-olah berikut (beserta) Allah ada 100 nama. “Siapa yang memperhatikan itu dalam kehidupan dan berusaha menjadikan itu sebagai mazhabnya maka dia akan masuk di dalam surga. 

Nama-nama tersebut Rasulullah saw. dengan cara ini menghitungnya: “Allah Swt yang tidak ada sembahan selain Dia, Dia Menganugerahi tanpa meminta, Maha Pengasih, Raja, Bersih dari semua aib/kekurangan-kekurangan. Bersih/suci, Menjaga dari semua bahaya, Yang Memberi keamanan, Yang Menjaga dari semua kehancuran, Menang, Yang Menutupi semua kerugian, Yang mempunyai kebesaran, Al- Ghalib (Yang menang)” -- mempunyai pemerintahan juga, namun kemenangannya merupakan kemenangan yang bersifat sementara, hari ini datang dan besok pergi, tidak ada hakekat apa-apa. Dia Yang Ghalib/Pemenang dan selalu menjadi pemenang itu hanyalah Allah. Orang-orang selalu juga berusaha menutupi kekurangan, namun tidak bisa menutupi semua kekurangan. Misalnya, ada seseorang yang matanya hilang, ada orang yang kaki tangannya hilang, maka manusia sampai batas mana bisa menutupi. Dengan berbagai cara secara sukarela dia akan berusaha memberikan ketenteraman padanya, namun dia tidak akan bisa menggantinya menutupi kekurangan itu. Jika Tuhan menghendaki maka secara sempurna Dia dapat menggantinya. Kadang-kadang Dia melakukan dan kadang-kadang tidak. melakukan. Namun Dia adalah Malik (Pemilik) itu terserah Dia, jika Dia menghendaki maka Dia bisa menggantinya. 

Selanjutnya beliau saw. bersabda, ”Yang Memberikan keamanan, Yang Menjaga dari semua kerusakan, Yang mengganti semua kerugian, Yang Mempunyai kebesaran, Yang Menciptakan, Menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada, Yang Memberi bentuk ( Al-Musawwir)” -- 

yakni Tuhan sebelum kejadian (kelahiran) segala sesuatu Dia telah meletakkan di otak-Nya “blue print”-nya ( rancangan-Nya), yakni apabila kita mengatakan “otak” Tuhan bukanlah maksudnya seperti otak kita, bahkan maksudnya adalah ada dalam “pengetahuan Tuhan” dan selama benda itu belum siap dalam “cetakan biru”-nya (rancangannya) untuk seterusnya tidak akan bisa jadi. Oleh karena itu Tuhan telah telah menggambar ( merancang) segala sesuatu. Dari segi ini Dia disebut Mushawwir. 

Bersabda lagi, “Yang Menutupi (Menutupi semua aib), Mempunyai kemenangan Yang sempurna, Yang Menganugerahi tanpa menghitung-hitung, Yang Menganugerahi rezeki, Yang memudahkan kesulitan, Mengetahui segala sesuatu, Yang Mencegah, Yang Menciptakan kemudahan, Yang mengebawahkan (menjatuhkan), Yang Meninggikan, Yang Menganugerahi kehormatan, Yang Menghinakan, Yang Mendengarkan, Yang Melihat, Yang Memberikan keputusan, Yang adil, Yang Berpandangan luas, Yang Mengetahui, Maha Lembut, Yang mempunyai keagungan, Yang menutupi kelemahan, Yang Menghargai, Berkedudukan tinggi, Maha Agung, Menjaga semua, Yang Menghisab kitab, Yang Mempunyai kebesaran yang agung, Yang Maha Mulia, Yang Menjaga, Yang Mengabulkan, Yang menganugerahi keluasan, dan Yang Maha luas, Maha bijaksana, Yang sangat Mencintai, Yang Mempunyai kemuliaan, Yang Menganugerahi kehidupan yang kedua kali, Yang Melihat segala sesuatu, Yang selalu sempurna keahliannya, Yang Mencukupi, Yang Mempunyai kekuatan, Yang Mempunyai kekuasaan, Yang Menolong, Layak Dipuji, Yang Menghitung, Yang Menciptakan pertama kali, kemudian Yang Menciptakan untuk kedua kali, Yang Menganugerahi kehidupan, Yang Mematikan, Yang Hidup sendiri, Berdiri sendiri, Tidak bergantung pada siapapun, Yang Mempunyai kemuliaan, Esa, tidak ada sekutu, Yang butuh pada siapapun, Yang mempunyai kekuasaan, Yang mempunyai kekuasaan, Yang Mengedepankan, Yang Membelakangkan, Yang Pertama, Yang akhir, Zahir, Bathin ( tersembunyi), Yang Memiliki, Yang Berkuasa, Maha Tinggi, Yang Menghargai kebaikan, Yang Menerima taubah, Yang menuntut balas, Yang Memaafkan, Yang Memperlalukan dengan lemah lembut, Yang Mempunyai kerajaan, yang Mempunyai kekeramatan, Yang adil, Yang Mempersatukan, Yang Berdiri sendiri, Yang Menjadikan orang tidak membutuhkan kepada siapapun, Yang Mencegah, Yang Memiliki dada (Yang Berlapang dada), Yang memberi manfaat, Yang sepenuhnya Nur (Cahaya) Yang memberi Petunjuk, Yang menemukan sesuatu yang selalu baru, Yang kekal, Yang memang Memiliki, Pemimpin, Lambat dalam Memberikan hukuman”. 

Nama-nama tersebut adalah dari At- Tirmidzi, kitabud- da’wat. 2
Terjemahannya kami sendiri yang menterjemahkan, namun yang asal adalah yang bahasa Arab yang telah saya terangkan. Dan Saudara-saudara dapat melihat, betapa hanya untuk membaca sifat- sifat ini saja sudah cukup banyak waktu yang sudah habis (tersita). Dan oleh sayapun terfikir juga bahwa note (catatan) yang saya siapkan untuk hari ini apakah dapat saya penuhi [ataukah tidak?], karena banyak penjelasan-penjelasan yang terpaksa kita terangkan secara beriringan, dan memang hendaknya dilakukan seperti itu, karena orang-orang umum tidak akan bisa mengerti selama belum diberi penjelasan.

Sabar itu akan selalu indah

Sabar Itu Akan Selalu Indah


Kehidupan manusia di dunia ini tidak akan terlepas dari dua hal, yaitu nikmat dan musibah. Begitu banyaknya nikmat yang diberikan oleh Allah, namun terkadang datang musibah yang berupa kesusahan dan kesedihan dan kedua hal ini (nikmat dan musibah) membutuhkan kesabaran dalam menerima dan menyikapinya. Sabar merupakah salah satu pilar kebahagiaan bagi seseorang yang akan memberikan ketenangan dan ketentraman di dalam jiwa manusia.
Pengertian Sabar
Syaikh Salīm ibn ‘Īd al-Hilālī dalam kitabnya, dalam bab ‘aṣ-Ṣabru al-Jamīl’ mendefinisikan sabar dalam tiga perkara. Pertama, sabar adalah memelihara (menetapkan) jiwa pada ketaatan kepada Allah dan selalu menjaganya, dan memeliharanya dengan keikhlasan serta memperbaikinya atau memperbagus dengan ilmu. Kedua, sabar adalah menahan jiwa dari maksiat dan keteguhannya dalam menghadapi syahwat dan perlawanannya terhadap hawa nafsu. Ketiga, sabar adalah keridhaan kepada qada’ dan qadar yang telah ditetapkan oleh Allah tanpa mengeluh di dalamnya dan keputusasaan.
Sabar dalam Ketaatan Kepada Allah
Jalan menuju Allah adalah jalan yang penuh dengan rintangan. Sedangkan jiwa itu tidak dapat istiqamah di atas perintah Allah dengan mudah. Maka barang siapa yang ingin menundukkan dan mengekangnya maka di harus bersabar.
Sabar dalam ketaatan kepada Allah meliputi tiga hal, yaitu,
  1. Sabar sebelum melakukan ketaatan tersebut, yaitu dengan niat yang benar, ikhlas dan bersih dari riya’.
  2. Sabar ketika menjalankan ketaatan, yaitu dengan tidak lalai dalam melakukannya dan juga tidak bermalas-malasan.
  3. Sabar setelah beramal, seseorang tersebut hendaknya tidak menjadi ta’jub dengan dirinya dan menampakkan apa yang ia punya dalam rangka sum’ah dan riya`. Karena hal tersebut hanya akan menghapus amalan, pahala dan pengaruh-pengaruh yang seharusnya dia dapatkan. (Naḥwu Akhlāqi as-Salāfi : 105)
Sabar dalam ketaatan kepada Allah diantaranya adalah sabar dalam menuntut ilmu, sabar dalam mengamalkan dan sabar dalam mendakwahkannya. Tiga hal ini tercakup ke dalam firman Allah ta’ālā, (yang artinya) : ‘Demi masa, sesungguhnya seluruh manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati untuk menetapi kesabaran’ (Q.S al-‘Asr: 1-3). Dalam surat tersebut Allah menyatakan bahwa seluruh manusia itu berada dalam kerugian, kecuali manusia-manusia yang disifati dengan empat sifat,
  1. Beriman kepada perkara-perkara yang diperintahkan oleh Allah. Keimanan ini tidak akan terwujud dengan tanpa adanya ilmu.
  2. Beramal shalih, mencakup seluruh amal kebaikan, dhahir maupun batin, berkaitan dengan hak-hak Allah ataupun hak-hak seorang hamba, ataukah itu amalan wajib atau sunnah.
  3. Saling menasehati dalam kebenaran (iman dan amal shalih), saling menasehati dalam keimanan kepada Allah dan beramal shalih, bersemangat kepadanya dan mencintainya.
  4. Saling menasehati untuk menetapi kesabaran. Bersabar dalam ketaatan kepada Allah, bersabar dalam menjauhi maksiat kepadaNya, dan bersabar terhadapt takdir yang telah ditetapkanNya.
Dengan kedua perkara pertama seorang hamba akan menyempurnakan dirinya, dan dengan dua perkara selanjutnya dia akan menyempurnakan orang lain. Maka ketika empat hal ini telah sempurna seorang hamba itu akan terselamatkan dari kerugian dan akan meraih kemenangan yang besar (Taisīru Karīmi ar-Raḥmāni: 1102).
Sabar Menjauhi Maksiat
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
“Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu).”
Oleh karena itu barang siapa yang menginginkan surga, maka dia harus bersiap untuk bersabar karena surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disenangi oleh hawa nafsu. Terkadang seseorang itu merasa bersabar menjuhi maksiat itu lebih berat daripada bersabar menjalankan ketaatan. Mungkin seseorang bisa bersabar melaksanakan shalat malam semalam suntuk, namun dia tidak bisa bersabar jika diminta meninggalkan perkara-perkara yang disenanginya yang tidak diperbolehkan oleh syari’at.
Sabar Menerima Takdir
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab beliau yang sangat agung, menyusun bab khusus mengenai sabar terhadap takdir, yaitu bab ‘minal īmāni billāhi aṣ-ṣabru ‘alā aqdārillāhi’ (salah satu ciri (bagian) dari keimanan kepada Allah adalah bersabar tatkala menghadapi takdir-takdir Allah).
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam semesta…” (Thariqul wushul, hal. 15-17).
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikhhafizhahullahuta’alamengatakan dalam penjelasannya tentang bab yang sangat berfaedah ini, “Sabar tergolong perkara yang menempati kedudukan agung (di dalam agama). Ia termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. Ia menempati relung-relung hati, gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran.
Hal ini dikarenakan ibadah merupakan perintah syari’at (untuk mengerjakan sesuatu), atau berupa larangan syari’at (untuk tidak mengerjakan sesuatu), atau bisa juga berupa ujian dalam bentuk musibah yang ditimpakan Allah kepada seorang hamba supaya dia mau bersabar ketika menghadapinya.
Hakikat penghambaan adalah tunduk melaksanakan perintah syari’at serta menjauhi larangan syari’at dan bersabar menghadapi musibah-musibah. Musibah yang dijadikan sebagai batu ujian oleh Allahjalla wa ‘alauntuk menempa hamba-hamba-Nya. Dengan demikian ujian itu bisa melalui sarana ajaran agama dan melalui sarana keputusan takdirNya. (artikel muslim.or.id ‘Hakikat Sabar 1’)
Sabar adalah pedang yang tidak akan tumpul, tunggangan yang tidak akan tergelincir dan cahaya yang tidak akan padam. Akan tetapi sabar tidaklah semudah ketika kita mengucapkannya. Jika tidak, Allah tidak akan memberikan pahala yang besar untuk orang-orang yang bersabar, seperti dalam firmanNya, yang artinya “Katakanlah, ‘Wahai hamba-hambaKu yang beriman, bertakwalah kepada Rabb-mu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S az-Zumār:10). Allah tidak akan memberikan kecintaan dan ma’iayyahNya (kebersamaanNya) seperti dalam firmanNya, yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S al-Baqarah : 153), “. . . Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh. Allah mencintai orang-orang yang bersabar.” (Q.S ali-‘Imran :146). Allah memberikan kebersamaan yang bersifat khusus kepada orang-orang yang bersabar, dan Allah akan menghilangkan kesusahan darinya dan akan memudahkan setiap kebaikan bagi orang-orang yang bersabar. Akan tetapi sabar tidak bisa kita lakukan dengan mudah, kita memerlukan pertolongan dari Allah.
Betapa perkara ini merupakan perkara yang tidak mudah karena hidup ini pada hakikatnya adalah untuk bersabar. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita untuk bisa bersabar di setiap perkara yang kita hadapi. Baik itu dalam ketaatan kita kepada Allah dan menjauhi maksiat kepadaNya, juga dalam menetapi taqdirNya yang tidak pernah kita dapat mengira dan menyangkanya. Allāhu a’lam.

Tertib Al-Qu'an


Tartib Al-Qur’an

Yang dimaksud dengan tartib dalam Al-Qur’an adalah membaca Al-Qur’an secara berkesinambungan dan berurtan sesuai dengan yang tertulis dalam Mushhaf-Mushhaf dan yang dihafal oleh para shahabat radliyallaahu ‘anhum ajma’in.
Tartib dalam Al-Qur’an ada 3 macam, yaitu :
1.        Tartib Kalimat (kata), yaitu setiap kata dalam suatu ayat harus diletakkan pada tempat yang semestinya. Hal ini berdasarkan dalil nash dan ijma’, dan kami tidak mengetahui ada seorang pun yang memperselisihkannya tentang masalah ini. Sebagai contoh, tidak boleh membaca ayat dalam surat Al-Fatihah :  للّهِ الْحَمْدُ رَبّ الْعَالَمِينَsebagai pengganti  الْحَمْدُ للّهِ رَبّ الْعَالَمِينَ .
2.        Tartib Ayat, yaitu setiap ayat dari suatu surat harus diletakkan pada tempat  yang semestinya. Hal ini berdasarkan dalil nash dan ijma’, dan yang demikian ini adalah wajib menurut pendapat yang rajih (kuat) dan menyelisihinya hukumnya adalah haram. Sebagai contoh, tidak boleh membaca ayat :  مَـَلِكِ يَوْمِ الدّينِ – الرّحْمـَنِ الرّحِيم sebagai pengganti  الرّحْمـَنِ الرّحِيمِ – مَـَلِكِ يَوْمِ الدّينِ .
Dan dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan bahwa Abdullah bin Az-Zubair radliyallaahu ‘anhu berkata kepada ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ‘anhu tentang firman Allah ta’ala :
 وَالّذِينَ يُتَوَفّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً وَصِيّةً لأزْوَاجِهِمْ مّتَاعاً إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ
”Dan orang-orang yang meninggal dunia diantara kamu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah dari rumahnya” (QS. Al-Baqarah : 240) bahwa ayat ini dinasakh (dihapus) oleh ayat lainnya yaitu firman Allah ta’ala :
 وَالّذِينَ يُتَوَفّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبّصْنَ بِأَنْفُسِهِنّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً
”Orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari” (QS. Al-Baqarah : 234).
Dan ayat ini dibaca sebelum ayat yang tadi. Dia (Abdullah bin Zubair) berkata,”Kenapa engkau menulisnya?” ( = yaitu menulis apa yang telah dihapus).
Maka ‘Utsman radliyallaahu ‘anhu menjawab : “Wahai anak saudaraku, aku tidak mau merubah Al-Qur’an sedikitpun dari tempatnya”. Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Tirmidzi dari hadits ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ‘anhu bahwa diturunkan sejumlah (ayat-ayat ), maka apabila turun kepada beliau suatu ayat, beliau memanggil sebagian orangyang mempu menulis, kemudian beliau berkata,”Letakkanlah ayat-ayat ini pada satu surat yang disebutkan di dalamnya begini dan begini”


Ayat Makiyyah dan Madaniyyah

Oleh : Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Dan sebagian besar wahyu Al-Qur’an itu Rasulullah terima di Makkah.
Allah ta’ala berfirman :
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النّاسِ عَلَىَ مُكْثٍ وَنَزّلْنَاهُ تَنْزِيلاً
”Dan Al-Qur’an, telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian” [QS. Al-Israa’ : 106].
Oleh karena itu, para ulama rahimahumullah membagi ayat Al-Qur’an menjadi dua katagori, yaitu Makiyyah dan Madaniyyah. Ayat Makiyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebelum hijrah ke Madinah. Ayat Madaniyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam setelah hijrah ke Madinah. Berdasarkan definisi tersebut, maka firman Allah ta’ala :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الأِسْلاَمَ دِيناً
”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridlai Islam itu jadi agama bagimu” [QS. Al-Maaidah : 3] adalah termasuk ayat Madaniyyah meskipun ayat tersebut turun kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pada saat Haji Wada’ di ‘Arafah.
Dalam Shahih Bukhari dari ‘Umar radliyallaahu ‘anhu bahwasannya ia berkata :
قد عرفنا ذلك اليوم ، والمكان الذي نزلت فيه على النبي صلى الله عليه وسلم ، نزلت وهو قائم بعرفة يوم جمعة
“Sungguh kami benar-benar mengetahui hari dan tempat diturunkannya (ayat) tersebut kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Ayat tersebut turun ketika beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berada di ‘Arafah pada hari Jum’at”. [HR. Bukhari no. 45 dan Muslim no. 3015]. 

Berkenalan Dengan Fitnah

September 14th, 2012 by Abu Muawiah
Berkenalan Dengan Fitnah
Kata fitnah (الفِتْنَةُ) sering terlintas di telinga kita dan terucap di lisan, namun masih banyak orang yang belum memahaminya dengan baik. Sebab ketika mendengar kata fitnah, maka dalam benak kita langsung mengarah kepada makna yang sempit yaitu “tuduhan yang tidak dilandasi bukti yang benar kepada seseorang atau kelompok tertentu dengan maksud menjelekkan orang (seperti, menodai nama baik, dan merugikan kehormatan orang)”.
Padahal sebenarnya kata fitnah memiliki cakupan makna yang cukup luas daripada itu.
Fitnah berasal dari bahasa arab. Para ahli bahasa Arab menjelaskan bahwa dalam kata fitnah terkandung makna ujian (الامْتِحَانُ) dan upaya untuk menyingkap sesuatu (الاِخْتِبَارُ). Oleh karenanya, kata fitnah pada asalnya digunakan untuk pengujian kadar keaslian emas atau untuk membedakan antara emas yang asli atau bukan, dengan cara dimasukkan ke dalam api yang panas. (Lihat Lisanul ‘Arab (13/317))

Keutamaan Shalat 5 Waktu


Keutamaan Shalat 5 Waktu
Shalat adalah ibadah yang agung, ibadah yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam, dan dia adalah ibadah yang terpenting setelah kedua kalimat syahadat. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”. (HR. Al-Bukhari no. 7 dan Muslim no. 19)
Shalat adalah penghubung antara hamba dengan Rabbnya, karena ketika shalat hamba sedang berdiri di hadapan Allah Azza wa Jalla guna berdoa kepada-Nya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu’alaihiwasallam beliau bersabda:
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ: { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ: { مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ: { اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Qur’an di dalamnya, maka shalatnya masih mempunyai hutang, tidak sempurna” Tiga kali. Ditanyakan kepada Abu Hurairah, ” Kami berada di belakang imam?” Maka dia menjawab, “Bacalah Ummul Qur’an dalam dirimu, karena aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Allah berfirman, ‘Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu, dan hambaku mendapatkan sesuatu yang dia minta. Apabila seorang hamba berkata, ‘Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.’ Maka Allah berkata, ‘HambaKu memujiKu.’ Apabila hamba tersebut mengucapkan, ‘Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang.’ Allah berkata, ‘HambaKu memujiKu.’ Apabila hamba tersebut mengucapkan, ‘Pemilik hari kiamat.’ Allah berkata, ‘HambaKu memujiku.’ Selanjutnya Dia berkata, ‘HambaKu menyerahkan urusannya kepadaKu.’ Apabila hamba tersebut mengucapkan, ‘Hanya kepadaMulah aku menyembah dan hanya kepadaMulah aku memohon pertolongan.’ Allah berkata, ‘Ini adalah antara Aku dengan hambaKu. Dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta’. Apabila hamba tersebut mengucapkan, ‘Berilah kami petunjuk jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula orang-orang yang sesat.’ Allah berkata, ‘Ini untuk hambaKu, dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta.” (HR. Muslim no. 598)
Shalat lima waktu mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan semua ibadah wajib lainnya, di antaranya:
a.    Shalat 5 waktu merupakan ibadah yang Allah Ta’ala syariatkan kepada Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam secara langsung tanpa perantara malaikat. Berbeda halnya dengan kewajiban lainnya yang diwajibkan melalui perantara malaikat.
b.    Shalat 5 waktu diwajibkan di langit sementara kewajiban lainnya diwajibkan di bumi.
Karenanya sangat pantas kalau shalat 5 waktu dikatakan sebagai ibadah badan yang paling utama.
Selain dari keistimewaan di atas, shalat 5 waktu secara umum dan beberapa shalat di antaranya secara khusu mempunyai keutamaan yang lain, di antaranya:
a.    Shalat 5 waktu akan menghapuskan semua dosa dan kesalahan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصَّلَاةُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ
“Shalat lima waktu dan shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya selama tidak melakukan dosa besar.” (HR. Muslim no. 342)
Dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Tidaklah seorang muslim didatangi shalat fardlu, lalu dia membaguskan wudlunya dan khusyu’nya dan shalatnya, melainkan itu menjadi penebus dosa-dosanya terdahulu, selama dia tidak melakukan dosa besar. Dan itu (berlaku) pada sepanjang zaman.”(HR. Muslim no. 335)
Pada kedua hadits di atas dikecualikan dosa-dosa besar, karena memang dosa besar tidak bisa terhapus dengan sekedar amalan saleh, akan tetapi harus dengan taubat dan istighfar. Karenanya, yang dimaksud dengan dosa pada kedua hadits di atas adalah dosa-dosa kecil.
Adapun patokan dosa besar adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma:
اَلْكَبَائِرُ كُلُّ ذَنْبٍ خَتَمَهُ الله ُبِنَارٍ أَوْ لَعْنَةٍ أو غَضَبٍ أَوْ عَذَابٍ
“Dosa-dosa besar adalah semua dosa yang Allah akhiri dengan ancaman neraka atau laknat atau kemurkaan atau adzab.”(Riwayat Ibnu Jarir dalam tafsirnya terhadap surah An-Najm: 32)
Walaupun asalnya ada perbedaan antara dosa besar dengan dosa kecil, akan tetapi beliau radhiallahu anhu juga pernah berkata:
لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الْاِسْتِغْفَارِ, وَلاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الْإِصْرَارِ
“Tidak ada dosa besar jika selalu diikuti dengan istighfar dan tidak ada dosa kecil jika dia dilakukan terus-menerus.”
b.    Shalat subuh senantiasa dihadiri dan disaksikan oleh para malaikat dan dia juga menja
Allah Ta’ala berfirman:
أقم الصلاة لدلوك الشمس إلى غسق الليل وقرءان الفجر إنّ قرءان الفجركان مشهودا
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra`: 78)
c.    Shalat ashar yang merupakan shalat wustha -sebagaimana dalam riwayat Al-Bukhari- dikhususkan penyebutannya dibandingkan shalat-shalat lainnya.
Dan ini menunjukkan keistimewaan shalat ashar -dari satu sisi- dibandingkan shalat lainnya. Allah Ta’ala berfirman:
حافظوا على الصلوات والصلواة الوسطى
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.”(QS. Al-Baqarah: 238)
d.    Menjaga shalat subuh dan ashar merupakan sebab terbesar masuk surga dan selamat dari neraka.
Dari Imarah bin Ru’aibah radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.” (HR. Muslim no. 1003)
Dari Abu Musa radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa mengerjakan shalat pada dua waktu dingin, maka dia akan masuk surga.” (HR. Al-Bukhari no. 540 dan Muslim no. 1005)
Dari Jundab bin Abdullah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَيُدْرِكَهُ فَيَكُبَّهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
“Barangsiapa shalat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah, oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu dari kalian sebagai imbalan jaminan-Nya, sehingga Allah menangkapnya dan menyungkurkannya ke dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 1050)
Dari Jarir bin ‘Abdullah radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنْ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا
“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihat-Nya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan untuk melaksanakan shalat sebelum terbit matahri dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.” (HR. Al-Bukhari no. 521 dan Muslim no. 1002)
e.    Meninggalkan shalat 5 waktu -atau salah satunya- dengan sengaja karena malas secara terus-menerus adalah kekafiran.
Allah Ta’ala berfirman:
وخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلاة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا إلا من تاب وآمن وعمل صالحا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam: 59-60)
Seandainya orang yang meninggalkan shalat itu masih mukmin, maka tentunya tidak dipersyaratkan ketika dia bertaubat dia harus beriman.
Ini dipertegas dalam hadits Jabir radhiallahu anhuma dia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
“Sungguh, yang memisahkan antara seorang laki-laki dengan kesyirikan dan kekufuan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 116)
Juga dalam Abdullah bin Buraidah dari ayahnya radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ تَرْكُ الصَّلَاةِ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“(Pemisah) di antara kami dan mereka (orang kafir) adalah meninggalkan shalat, karenanya barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir.” (HR. Ahmad no. 21929)